Waspadai Gejala Bystander Effect atau Kitty Syndrome


Pernah dengar “Kitty Genovese Syndrome”? Penyakit apakah itu? Parahkah? Apakah di Indonesia juga bisa terserang penyakit itu? Yah, inilah saatnya bagi kita membuka pikiran dan sadar akan serangan gejala psikologi satu ini. Check th
is out…

Latar Belakang Cerita

Kitty Genovese merupakan sebuah nama seorang wanita kelahiran New York City tahun 1935 tanggal 7 Juli. Bernama panjang Catherine Susan Genovese, ia adalah anak pertama dari lima bersaudara. Di usia ke 28 tahun, tepatnya 13 Maret 1964, ia mengalami serangan dari seorang laki-laki ketika ia baru tiba di apartemennya. Waktu menunjukkan pukul 3.15 subuh, ketika ia baru pulang dari bar tempat kerjanya, ia memarkir mobilnya tak jauh dari pintu tempat tinggalnya. Tak lama ia keluar dari mobil, ia diterjang dari belakang oleh seorang laki-laki berusia 29 tahun, Winston Moseley, dengan sebuah pisau dua kali. Kitty pun berteriak, “Oh my God, he stabbed me! Help me!” Suara tangisannya didengar sebagian dari tetangganya, tapi di malam yang dingin itu semua jendela tertutup, sehingga hanyaa beberapa orang yang sadar bahwa itu tangisan minta tolong. Dan akhirnya Robert Mozer, seorang dari tetangganya berteriak pada si penyerang, “Let that girl alone!”, dan Moseley kabur sejenak. Setelah itu, dengan penuh perjuangan Kitty menghampiri pintu apartemennya. Namun tak ada seorang pun yang keluar membantunya.

Seorang saksi mengatakan bahwa ia sempat menelepon polisi, tapi tidak melaporkan kejadian secara jelas dan butuh perhatian tinggi. Ia memberitahukan bahwa “hanya” terjadi penyerangan pada seorang wanita “beat up, but got up and was staggering around.”

Saksi melihat bahwa Moseley masuk sebuah mobil dan pergi. Tapi ia kembali lagi setelah sepuluh menit dan menemukan Kitty masih berada di belakang bangunan. Ia pun menyerangnya kembali dengan memberikan beberapa kali tusukan dan memperkosanya. Kitty sempat menyerang balik, namun pada akhirnya ia terbaring sekarat. Laki-laki itu pun mencuri uang yang dimiliki Kitty dan meninggalkannya. Serangan itu terjadi selama setengah jam.

Beberapa waktu kemudian, seorang saksi, Karl Ross, menelepon polisi. Tak berapa lama polisi dan ambulans datang, pada pukul 4.15. Namun dalam perjalanan menuju rumah sakit, Kitty tidak dapat terselamatkan.

Polisi pun menginvestigasi latar belakang kejadian dan menemukan bahwa hampir 38 orang tetangganya tahu kejadian penyerangan terhadap Kitty, tapi tak ada satu pun yang langsung turun menolongnya.

Dan para psikolog ikut meneliti fenomena yang terjadi pada saat itu. Secara psikologi, gejala ini dikenal dengan “Bystander Effect”.

Bystander Effect Indonesia

Gejala “Bystander Effect”, “Genovese Syndrome”, atau “Diffusion of Responsibility”, termasuk gejala psikologi yang bisa menyerang orang kapan saja dan di mana saja. Teori ini berasumsi bahwa kemungkinan seorang individu untuk membantu orang lain yang membutuhkan bantuan, ternyata berkaitan juga dengan seberapa banyak orang yang menjadi saksi akan kejadian tersebut pada waktu yang bersamaan. Dengan kata lain, seseorang menjadi merasa lebih kecil keinginannya untuk membantu seseorang jika ia bukan satu-satunya orang yang melihat orang yang membutuhkan pertolongan tersebut.

Begitu pula dengan fenomena yang sering terjadi di Indonesia. Tanpa disadari kita sudah terjangkit “Bystander Effect“ ketika kita melihat sebuah kejadian yang membutuhkan pertolongan kita, namun kita mengabaikannya karena tahu bahwa masih banyak orang lain yang bisa menolong dia yang berada di tempat yang sama. Pemikiran semacam itu seakan-akan mengatakan, “mengapa harus saya?” atau “orang lain lebih mampu menolong dia daripada saya.” Itulah tanda-tanda bahwa kita melemparkan tanggung jawab.

Contoh konkrit yang sering terjadi adalah ketika terjadi kecelakaan motor atau tabrakan. Banyak orang langsung berkumpul. Tapi apakah semua orang yang berkumpul di sana membantu si korban yang tertabrak atau ditabrak? Tidak. Sebagian orang bahkan hanya menonton layaknya itu sebuah “tontonan gratis”. Rasa kasihan timbul, tapi tidak ada aksi dari kita untuk berusaha menelepon polisi, atau ambulans, atau membantu menengahi.

Yang bisa dipelajari dari gejala psikologi ini adalah bagaimana kita sadar dan mau bereaksi terhadap situasi yang terjadi di sekitar kita. Sadar akan kemampuan diri sendiri dan sadar akan kondisi yang ada menjadi poin penting bagi kita untuk melakukan sebuah tindakan pertolongan. Ketika kita tanggap dan percaya bahwa melalui bantuan yang kita berikan maka orang tersebut dapat teringankan, maka kita sudah terbebas dari pengaruh “Bystander Effect” atau “Diffusion of Responsibility”.

Nah, jika kita yang sedang menjadi si korban, maka satu tips yang bisa kita pakai adalah tunjukkan sebuah perhatian pada satu orang saksi. Ketika kita melihat mata seseorang dan menyuruhnya untuk melakukan beberapa hal yang kita perintahkan, maka ia akan terlepas dari “Bystander Effect”. Hal ini disebabkan, si penolong tadi menjadi jelas apa yang harus ia perbuat dan ia merasa bahwa dirinya diberikan kepercayaan untuk menolong orang tersebut. (TT)


Artikel ini dibuat otentik oleh Penulis dan pernah diterbitkan dalam media komunikasi pemuda "MISIONER" rubrik Inspirasi pada bulan September 2010 (sebelum masuk meja editor).

Sumber: berbagai media.

Comments

Popular Posts